Sudah saatnya,
aku, kamu, dan kalian. Harus sadar dan mulai menggunakan bahasa asli bangsa
Indonesia. Namun, jika memang tidak ada yang asli, maka kita harus membuat
bahasa baru yang unik dan tidak plagiat! Lihat saja penggunaan kata dalam
tulisan ini, masih banyak kata serapan yang dengan elegan menyatu dalam
kalimat!
Bagi mereka yang
suka mempermasalahkan pencaplokan budaya bangsa ini, mulailah berhenti menghujat
orang lain dengan kalimat “Tak tahu diri,” atau kalimat sejenis lainnya! Sebab
jika kita melihat ke dalam diri, maka akan kita temukan bahwa kita adalah
bangsa pencaplok bahasa orang!
Bagaimana tidak,
sebab bahasa yang kita gunakan begitu banyak di serap dari bahasa asing seperti
: Arab, India, China, Belanda, Persia, Porto dan Inggris. Bahasa persatuan (bahasa baku) yang kita
gunakan, terlalu banyak mengandung kata asing!
Contoh :
Bahasa Belanda :
Labiel (labil),
Catapult (katapel), Plafond (langit – langit rumah), Porselein (porselen),
Postuur (sikap), Beton (beton), Bioscoop (bioskop), Bombarderen (bombardir/bom),
Boontjes (buncis/kacang), Etalage (jendela/etalase), dan masih banyak lagi
bahasa kita yang di serap dari bahasa belanda. (Lihat : Kata serapan dari bahasa belanda)
Itu baru bahasa Belanda, belum lagi bahasa Arab, China, Porto, Persia, Inggris dan India! Lalu, jika hampir semua bahasa kita adalah bahasa serapan, maka apakah bahasa nasional kita tidak pantas di sebut bahasa nasional? Apakah bahasa Indonesia lebih pantas di sebut bahasa campuran/mix? Apakah hanya sedikit bahasa asli Indonesia yang di gunakan sebagai bahasa nasional?
Sudah saatnya bahasa - bahasa daerah dari berbagai macam suku di Indonesia, di serap dan di gunakan sebagai bahasa pemersatu. Sebab itulah simbol Indonesia asli (bihineka tunggal ika). Jangan mengaku berbudaya, sedang bahasa saja kita plagiat!
Demikianlah celoteh cetek saya mengenai bahasa nasional kita! Semoga bisa menjadi renungan bersama, serta di tanggapi secara proporsional!
No comments:
Post a Comment